Kemasan sarden kaleng yang mengandung cacing

Baru baru kali ini telah dikabarkan sarden kaleng yang didalamnya terdapat cacing. Ikan makarel kaleng yang mengandung cacing nematoda patut menjadi kewaspadaan kita semua, bukan hanya Kementerian Kesehatan ataupun badan pengawas Obat dan Makanan. Teliti sebelum mengonsumsi makanan berkaleng menjadi prosedur wajib bagi setiap konsumen. Periksa bentuk, warna dan rasa. Jika ada sesuatu yang aneh atau di luar kebiasaan lebih baik stop konsumsi.

BPOM pada Rabu 28,3,2018. Melly's informasi mengenai temuan 16 produk ikan makarel impor dari 11 produk dalam negeri yang mengandung parasit cacing nematoda. Meski cacing itu dalam kondisi mati, namun dinilai tetap bisa mengandung kesehatan. Kepala BPOM, Penny Lukito telah memerintahkan importir dan produsen untuk menarik produk dari peredaran dan melakukan pemusnahan.
Ikan makarel banyak dipasarkan di Indonesia dalam kemasan kaleng. Dua jenis ikan lainnya yang juga banyak dijual dalam kemasan kaleng adalah tuna dan sarden. Kandungan gizi ikan laut ini cukup tinggi dan digemari banyak orang karena selain memang enak, juga praktis dalam pengolahannya. Kita bersyukur BPOM cepat mengatisipasi peredaran ikan makarel bercacing ini. Meski dari sisi Kesehatan tidak sampai mengakibatkan keracunan, namun tetap saja menjadi ancaman karena bisa menyebabkan alergi dan beberapa kondisi kesehatan lainnya. Bagaimana jadinya Jika ikan kaleng makarel ini terus membanjiri pasar Indonesia tanpa kita sadari ada cacing yang berkubang di dalamnya.

Kita menunggu gerak cepat dari importir maupun produsen untuk segera menarik produk masalah ini. Bahkan tak perlu menunggu lama supermarket maupun pusat perbelanjaan yang harusnya lebih dulu bergerak dengan menarik ikan kaleng makerel ini dari pajangan. Jangan sampai masih ada yang terjual dan kemudian dikonsumsi. Dari kasus ini kita kembali melihat bahwa konsumen selalu pada posisi lemah. Ketika ada produk berbahaya yang terjual, Penanganannya hanya penarikan produk dari pasar. Setelah itu persoalan dianggap selesai. Lalu bagaimana dengan konsumen yang sudah terlanjur membeli atau bahkan menyantapnya?

Dalam pasal 19 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen jelas diatur, pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Ganti rugi dimaksud antara lain bisa berubah pengembalian uang atau penggantian barang.