Klarifikasi Utang RI Rp.4000 triliun Sri Mulyani

Beberapa pekan terakhir perbincangan tentang uang RI yang menembus Rp 4000 triliun merokok diberbagai kalangan. Isu utang ini menjadi perdebatan seakan-akan Indonesia dalam kondisi krisis utang. Melalui media sosial masyarakat juga sibuk membicarakan soal utang Indonesia. Hutan ini juga menjadi perhatian para elit politik, pengamat ekonomi maupun masyarakat. Asalkan jangan sampai isotonik goreng-goreng seolah-olah kita mengalami krisis utang. Jangan utang ini kita perlu melihat ke belakang. Berbagai negara di dunia juga hidup dari hutang. Semua negara yang sehat juga mencari hutan. Caranya bermacam-macam mulai dari menjual surat utang atau obligasi ke investor. Dengan utang ini kemudian Ditarik untuk membuat negaranya menjadi kuat. 

Dengan menggunakan utang mereka membangun transportasi, infrastruktur, maupun pendidikan yang lebih baik. Negara di kawasan Amerika Serikat saja terhitung menjadi salah satu negara dengan hutang terbanyak. Nama negara ini ekonominya berskala besar dan bisa membayar hutang-hutangnya. Lalu bagaimana dengan Yunani yang menjadi negara bangkrut gara-gara utang. Dikutip dari berbagai sumber apa yang terjadi dengan Yunani tahun 2015 berbeda. Gimana sudah kebanyakan utang Padahal bukankah negara besar. Jumlah penduduk saja hanya sekitar 11 juta orang. Ini lebih indah dari Bengkulu di Jawa Barat yang kurang lebih 46000000 orang. Lagi pula sekitar 16% perekonomian Yunani bergantung pada sektor pariwisata. Saking banyaknya utang Yunani, investor menghentikan pembelian surat utang yang diterbitkan pemerintah Negeri para dewa ini. Intinya, sebuah negara masuk ke dalam masalah bila berutang jauh lebih besar dari ukuran ekonominya. Dan inilah yang terjadi dengan Yunani.
Bagaimana dengan Indonesia? Mari kita lihat penjelasan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Masalah hutang harus dilihat dalam konteks seluruh kebijakan ekonomi dan keuangan negara. Utang adalah salah satu instrumen kebijakan dalam pengelolaan keuangan negara dan perekonomian. Hutan bukan pula merupakan tujuan dan bukan pula satu-satunya instrumen kebijakan dalam mengelola perekonomian. Menurut temenku dalam konteks keuangan negara dan neraca keuangan pemerintah, banyak komponen lain selain utang yang harus juga diperhatikan. Dengan demikian kita melihat masalah dengan lengkap dan profesional. Misalnya, nilai aset tahun 2016 berdasarkan audit BPK adalah sebesar Rp.5.456,88 trillium. Ini masih sebelum termasuk nilai hasil evaluasi yang saat ini masih dalam proses pelaksanaan untuk menunjukkan nilai aktual dari berbagai aset negara. Mulai dari tanah, gedung, Jalan Jembatan sekolah dan rumah sakit. Kemudian hasil revaluasi aset tahun 2017 terdapat sekitar 40% dan aset negara menunjukkan bahwa nilai akurasi negara telah meningkat signifikan sebesar 239% dari 781 triliun menjadi Rp.2.648 triliun, atau kenaikan sebesar 1867 triliun. Kenaikan kekayaan negara tersebut harus dilihat sebagai pelengkap dalam melihat masalah utang. Karena kekayaan negara merupakan pemupukan aset setiap tahun termasuk yang berasal dari hutang. Banyaknya kalau hanya berikan analisa dan kritikan setidaknya harus dianggap sebagai masukan kepada pemerintah. Tujuannya tentu untuk menjaga kesehatan keuangan negara dan memperbaiki kebijakan pemerintah.