Pengertian Jenis tari, peran Tari, dan perkembangan tari nusantara

Tari di seluruh Nusantara tak terbilang jumlahnya, baik dipandang dari sisi jenis, peran maupun perkembangannya. Untuk memberi gambaran yang agak jelas, berikut disampaikan berturut-turut jenis, perang dan perkembangan tari nusantara.



1. Jenis tari tradisional
Jenis tari tradisional sangat banyak yang luas di seluruh wilayah nusantara. Jika Secara geografis Nusantara terdiri dari kepulauan yang berjajar Dari Sabang Sampai Merauke, demikian pula jenis seni tari yang terdapat di masing-masing wilayah tertentu ataupun daerah. Seberapa banyak pulau yang ada merupakan sebuah gambaran ajak bahwa sebanyak itu pula jenis tari yang tersebar di seluruh wilayah nusantara. Untuk menghitung secara pasti beberapa jumlahnya telah diperlukan waktu bertahun-tahun, tenaga, pikiran dan danau yang tidak sedikit. Itupun baru jenis tari tradisional yang kemungkinan besar juga akan mengalami perkembangan sesuai dengan pergerakan, pemikiran dan bersinggungan suatu etnik dengan etnik lainnya. Untuk mempermudah pemahaman betapa banyak jenis tari nusantara maka akan digunakan wilayah budaya dan etnik yang mempunyai jenis tari itu. Hal ini untuk mempertegas pengertian bahwa meskipun pada awalnya suatu tarian diciptakan, kemudian hidup dan berkembang berada di suatu wilayah tertentu, tetapi Sesuai dengan perkembangan zaman sekarang telah tersebar di beberapa wilayah nusantara sendiri. Tari Gambyong misalnya, pada awalnya hanya terdapat di Surakarta dan sekitarnya (Jawa Tengah). Akan tetapi karena pengaruh alat transportasi, komunikasi dan unsur manusia, maka dewasa ini terdapat juga di wilayah Bali, Sumatera, Kalimantan, bahkan Papua dan sebagainya. Demikian juga tari tarian Bali saat ini juga berkembang di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan bahkan sampai di luar negeri. Semua itu karena pergerakan manusia dengan didukung berbagai kemudahan yang ada.

Beberapa jenis tarian nusantara dan daerah asalnya seperti disampaikan pada berikut ini:
Tari saman, Seudati: nangroe Aceh Darussalam.
Tari manduda, tor-tor,serampang12:sumatratara.
Tari piring dan lilin:sumatra barat(minang).
Tari lambak joget:riau.
Tari sekapur sirih,rangguk:jambi.
Tari pagar pangantin:sumatra selatan.
Tari andua,saputagan:bengkulu.
Tari bedana,ngarak lampung:lampung.
Tari lenong,topeng blantek:dki jakarta.
Tari jaipong ketuk tilu:jawa barat.
Tari keraton,:jawa tengah.
Tari keraton,dan tari rakyat:DIY.
Tari ngremo,dan reog:jawa timur.
Tari japin berkilah:kalimantn barat.
Tari kinyah bawi:kallimantan tengah.
Tari beksa kembang:kalimantan selatan.
Tari perang:kalimantan timur.
Tari maengket:sulawesi selatan.
Tari mopopute:sulawesi tengah.
Tari palumpa:sulawesi tenggara.
Tari pendet:bali
Tari gandrung:nusa tenggara barat.
Tari bido feto eman:nusa tenggara timur.
Tari inabar ilaa:maluku.
Tari perang,selamat datang:irian jaya.

2. Peran tari tradisional
Peran Tari bagi masyarakat pemiliknya sangat besar. Peran dalam pengertian yang lebih luas berarti fungsi dan guna. Bagaimanapun juga tidak dapat dipungkiri bahwa sahnya suatu tarian selalu berhubungan dengan fungsi dan guna. Sebagai contoh masyarakat Bali, hampir tidak Terlewatkan selalu menggunakan tari dalam upacara ritual keagamaan, sosial dan bahkan pariwisata. Hasil jepretan kasunanan Surakarta dan kasultanan Yogyakarta, akan mengangkat beberapa tarian sebagai sesuatu yang sakral dan bertuah. Misalnya tari bedaya Ketawang, serimpi dan edan-edanan yang berfungsi sebagai permohonan keselamatan dan penolak bala.

Pada umumnya fungsi tari tradisional dikaitkan dengan hal-hal sebagai berikut:
A. Perhelatan dan magi-simpatetis
Fungsi tari tradisional di sini digunakan untuk perhelatan tertentu harta untuk upacara magis simpatetis (hal-hal yang berhubungan dengan masalah magis). Misalnya upacara minta hujan, perkawinan dan mengusir wabah penyakit. Di wilayah budaya Jawa dan Bali, contoh tari yang dikaitkan dengan masalah perhelatan dan magis simpatetis misalnya Tari tayub, serimpi, bedhaya, seblang, Sintren, Ninja Putri dan lingkar Lanang serta sayang.

B. Kepentingan sosial
Tari tradisional dibangun dalam rentang waktu yang sangat panjang bisa mencapai hitungan abad. Dengan begitu dapat dimengerti bila tari tradisional sangat berguna bagi kepentingan sosial atau ritual masyarakat pemiliknya. Upacara yang sering menggunakan tari untuk mendukung kepentingan sosial di antara lain yaitu pembukaan gedung, resepsi pernikahan, Hut kemerdekaan RI menyambut tamu aku negara sahabat, kedatangan pejabat penting dan kampanye. Sementara tari yang digunakan untuk mendukung kebutuhan sosial misalnya tari gambyong, pendet, ngeremo, Tayub dan lilin.

C. Kepentingan ritual
Upacara yang sedang menggunakan tari untuk mendukung kepentingan ritual, antara lain nadzar, panen padi, bersih desa, sedekah bumi, sedekah laut, sedekah kali atau sungai, perawatan dan hajatan. Sementara itu tari yang bisa digunakan untuk mendukung upacara ritual antara lain tayub, Lengger, tanda, Tayub Lasung, dan Sintren. Biasanya Tari itu digunakan untuk ritual permohonan hujan dan keselamatan. Sesuai dengan namanya maka tari yang digunakan untuk upacara bersih desa biasanya diadakan di suatu desa yang menyelenggarakan acara tersebut. Demikian juga tari yang digunakan untuk menunjukkan upacara sedekah laut biasanya dilakukan di pinggir pantai oleh masyarakat yang hidup di sekitar laut. Akhir-akhir ini di berapa desa baik di Gunung ataupun wilayah pantai, masyarakat terlihat mengadakan upacara sedekah bumi dan laut serta tari-tarian tertentu untuk mohon ampun kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena telah berbuat tidak ramah kepada alam. Bencana alam terjadi di mana-mana, mulai dari banjir, tanah longsor, gempa sampai tsunami.

3. Perkembangan tari tradisional
Perkembangan tari tidak bisa dilepaskan dari unsur sejarah. Dengan demikian membicarakan perkembangan Suatu bentuk tari tradisional disebut antara mau tidak mau harus membicarakan tentang sejarah penciptaan dan seniman koreografer dan tokoh seni yang terlibat di dalamnya. Sejarah dan budaya Berjalan seiring jalan. Artinya suca manusia mengenal cara memakai bersamaan pula mengenal budaya sebagai bagian dari proses panjang kehidupan mereka. Di nusantara sendiri secara detail orang sejak awal berdirinya kerajaan kerajaan, dari yang kecil sampai yang paling besar. Sebut saja beberapa nama kerajaan awal Sunter seperti Kutai di Muara Kaman, Kalimantan. Kerajaan Hindu ini berdiri kira-kira pada abad IV M.
Sejarah perkembangan tari mencatat tari topeng sebagai embrio tari tradisional di Jawa. Diduga tari topeng mengalami zaman keemasan pada zaman kerajaan Majapahit berkuasa sekitar paruh kedua abad ke-14. Bahkan raja Hayam Wuruk sendiri tercatat sebagai seorang penari topeng yang tampil pada upacara-upacara khusus kerajaan. Sisa-sisa kejayaan tari topeng masih dapat dilihat melalui tari topeng klana dan Gunungsari. Dalam Kitab Negarakertagama (Mpu Prapanca) diterangkan adanya atraksi besar-besaran tari tarian dan nyanyian di Kerajaan Majapahit. Raja turut menari serta menyanyi untuk memeriahkan upacara penutupan perayaan bulan caitra di lapangan bubat. Selain itu Kitab Negarakertagama juga mencatat adanya figur-figur Punakawan atau juru banyol dengan tutup kepala pada beberapa penari yang disebut tekes. Sampai sekarang dapat kita amati hampir semua tradisi topeng di Jawa selalu menggunakan tekes sebagai ciri khasnya, terutama yang berlatar belakang cerita Panji.